Jakarta - "Bagi saya, John Coltrane itu membawa pengaruh besar bagi pengembangan improvisasi dan nilai spiritual dalam musik jazz," Kata Sri Hanuraga sebelum memainkan repertoarnya pada acara Just Jazz Tribute to John Coltrane yang digelar Rabu (7/3) lalu di Matchbox Too, Surabaya.
Tentu saja nama Coltrane bukan hal asing bagi pianis muda yang akrab dipanggil Aga ini. Belajar jazz sejak umur tujuh belas dan menjadi prodigy di usia kurang dari tiga puluh, Aga menjadi salah satu pianis muda paling berbahaya di skena musik jazz Indonesia hari ini.
Malam itu ia tampil trio ditemani seorang pemain double bass, Theo Balbig, dan drummer, Kristijan Krajncan. "Saya sudah menyiapkan beberapa lagu Coltrane, diantaranya 'Giant Step'," kata Aga, menyebut satu lagu paling dikenal dari John Coltrane.
Tapi Aga tidak mau terburu-buru. Setelah sebuah prakata singkat dari Benny Chen yang hadir malam itu, Sri Hanuraga Trio lantas memainkan "Djanger Bali," komposisi klasik Bubi Chen saat bermain dengan Tony Scott and The Indonesian All Stars.
Dari tangan Aga, "Djanger Bali" terdengar kembali dalam rasa yang lebih segar. Penonton yang rata-rata pecinta Bubi Chen bertepuk tangan. Aga membuka pagelaran kecil ini dengan cara yang mengejutkan.
setalahnya, rangkaian gubahan Coltrane pun memberondong telinga penonton. Sri Hanuraga Trio bermain dengan efektif dan tak banyak kata. Hanya jeda singkat dan ketukan aba-aba dari Aga yang menjadi pembeda antara satu lagu dengan lagu yang lain.
"A Moment Notice" dan "Countdown" dimainkan dalam kadar improvisasi yang pas. Tak absen, Aga memainkan juga "My Favourite Thing", komposisi Coltrane paling diingat orang dan revolusioner. Para penonton diajak bertamasya ke dalam musik Coltrane yang mempengaruhi wajah musik jazz sejak tiga dekade silam.
Penampilan Sri Hanuraga Trio sudah selesai, tapi malam masih belum habis. Tomorrow People Ensemble (TPE) pun mengambil alih panggung. Formasinya masih tetap sama; gitaris Nikita Dompas, bassis Indra Perkasa, kibordis Adra Karim, dan drummer Elfa Zulham. Namun TPE tidak memainkan Coltrane. Mereka datang untuk memainkan lagu-lagu mereka sendiri yang terdapat dalam album self-titled yang baru mereka rilis.
Seperti pemanasan, TPE mempersembahkan sebuah komposisi impromptu yang mereka beri judul "Java 33", plesetan dari Jalan Jawa 33 tempat venue acara ini berlangsung. TPE malam itu hadir dalam format yang lebih santai dan semua personelnya tampil kasual.
"Ecletic" dan "Mr Heep" menjadi dua lagu pembuka yang memanaskan suasana. Sementara beberapa
penonton bubar jalan, sebagian besar sisanya memilih tinggal. Dari dua komposisi upbeat di depan, suasana kembali dingin ketika TPE memainkan "Can't Find My Way Back Home."
"Rubber Duckie" dan "Freefall" menjadi nomor penutup yang pantas dari kelana bebunyian dalam nuansa free jazz yang disajikan Tomorrow People Ensemble selama beberapa jam terakhir. "Musik kami itu ibarat never-ending summer. Sunshine with a little bit of rain here & there..." kata Indra Perkasa menjelaskan karakter musik Tomorrow People Ensemble.
View the original article here
0 comments:
Posting Komentar